Dilema HTI Versus PKI, Siapa yang lebih menakutkan?
Apa yang
anda pikirkan ketika mendengar kata “PKI”? Pasti identik dengan pemberontakan
dan kekejian seperti pada film-film yang dulu diputar. Orang-orang takut
untuk membicarakan sesuatu yang berbau PKI karena khawatir ditangkap dan
dipenjara kemudian dibunuh. Setelah peristiwa G 30 S PKI, seseorang yang dianggap
terlibat dalam partai dan gerakan komunisme, langsung dihabisi. Tidak hanya itu
saja, bahkan keluarga dari yang bersangkutan akan dikucilkan oleh masyarakat.
Mereka tidak
mendapatkan hak-hak yang semestinya diberikan oleh negara. Keluarga dari anggota
PKI tidak diizinkan mendaftar sebagai pegawai negeri dan bekerja pada jabatan
yang strategis. Mereka tidak akan dilayani dengan baik saat mengurus KTP, akte
kelahiran dan sebagainya. Stigma negatif soal PKI dan komunisme begitu mengakar
pada masyarakat di negeri ini. Namun akhir-akhir ini isu soal PKI kembali
berhembus. Padahal partai ini sudah bisa dikatakan “mati” sejak beberapa puluh
tahun silam.
Gencar
berhembus kabar kalau komunisme akan bangkit kembali. Menanggapi kabar ini,
pemerintah dan aparat melakukan tindakan tegas. Segala yang berhubungan dengan
PKI atau komunisme diberangus. Beberapa penerbit yang mengeluarkan buku-buku
berhaluan kiri dan bernuansa Marxisme, harus terima buku-buku mereka dirampas
oleh pihak berwenang. Bahkan pemakai dan penjual kaos bergambar palu arit
(simbol PKI) ditangkap.
Menteri
dalam negeri menghimbau kepada siapa saja yang memiliki bacaan berbau “kiri”
untuk segera menyerahkan pada negara. Ini adalah tindakan yang berlebihan.
Mengapa berlebihan? Sebenarnya tidak ada yang perlu ditakutkan dari PKI sebab
partai ini sudah dibubarkan sejak peristiwa tahun 1965 silam. Istilahnya PKI
ini sudah tidak memiliki taji. Jadi, apa yang seharusnya ditakutkan? Paham
komunisme sudah hancur di negeri asalnya. Bahkan RRC yang dianggap sebagai
kiblatnya komunisme telah sedikit mengubah sistem ekonominya ke arah
kapitalisme. Tidak ada negara yang benar-benar menganut paham kiri.
Di Indonesia
sendiri, PKI begitu dibenci sebab dianggap ingin mengganti Pancasila sebagai
ideologi negara lalu mengubahnya menjadi paham komunisme. Hal tersebut
diperparah lagi dengan pemahaman masyarakat awam yang sulit membedakan antara
atheis dan komunisme. Banyak yang masih menganggap komunis juga identik dengan
atheis, komunisme berati tak percaya Tuhan. Padahal keduanya jelas berbeda.
Komunisme adalah sub ideologi ekonomi dan politik sebuah konsep yang tujuannya
diterapkan dalam tata kelola bernegara, sedangkan atheis adalah ideologi
kepercayaan yang dianut individu, paham yang tidak mempercayai adanya Tuhan,
baik secara wujud ataupun eksistensinya. Oleh karena itu, tidak semua ateis adalah
komunis dan tidak semua komunis adalah ateis. Seorang ateis bisa saja memiliki
pandangan liberal, sekuler, kapitalis, atau juga komunis. Sementara itu,
walaupun mungkin sebagian besar komunis juga ateis, ada banyak orang beragama
atau teis yang menganut komunisme sebagai ideologi ekonomi politiknya.
Salah
satu penyebab dihubung-hubungkannya ateisme dengan komunisme, mungkin adalah
kata-kata Karl Marx, “Agama adalah candu bagi massa rakyat.” Hal lain yang
sering diingat adalah syair lagu Internationale–lagu mars komunis
internasional–yang berbunyi, “Tiada maha-juru-s’lamat/Tidak Tuhan atau raja.”
Kesan bahwa komunisme itu bukan hanya ateis tapi juga anti-teis bisa jadi
disebabkan tindakan represif terhadap kehidupan beragama yang banyak terjadi di
negara-negara komunis. Namun demikian, perlu diingat, pemberangusan di negara
komunis bukan hanya ditujukan pada kelompok agama, melainkan juga pada kelompok
liberal, pendukung demokrasi multipartai, serta kaum oposisi dan pembangkang.
Kembali ke dasar negara, tentu bangsa ini tidak rela kalau Pancasila dasar berdirinya negara kita diganti dengan ideologi yang lain, bukan? Kalau benar alasannya demikian, maka tidak ada yang harus dicemaskan soal PKI. Faktanya, PKI sekarang sudah tiada. Partai itu tidak akan bisa mengubah ideologi negara kita tercinta. Yang harus dicemaskan sekarang ini adalah ormas atau organisasi yang terang-terangan menentang Pancasila. Ya, apalagi organisasi tersebut berkedok agama misalnya HTI alias Hizbut Thahrir Indonesia.
HTI dikenal sebagai ormas yang kekeuh mengganti NKRI dengan khilafah. Terang-terangan, mereka menyebutkan bahwa Pancasila adalah thaghut sebab tidak sesuai dengan ajaran Islam. HTI mengklaim kalau yang paling cocok dijadikan ideologi bernegara adalah Al Quran serta hadits. Selain dari kedua itu, dianggap tidak layak dijadikan ideologi sebab hanya buatan manusia. Saat ini, HTI punya banyak pengikut. HTI juga menelurkan beberapa ustadz kondang yang digandrungi oleh kaum remaja. Ustadz-ustadz tersebut menarik kaum muda untuk turut serta bergabung dan memperkuat gerakan. HTI juga sering masuk ke kampus-kampus untuk menyebarkan “ajaran” mereka. Bukankah ini cukup menjadi bukti bahwa HTI yang jelas menentang pancasila dan NKRI mendapatkan ruang untuk bergerak? Bukankah ini yang seharusnya kita takutkan?
Kembali ke dasar negara, tentu bangsa ini tidak rela kalau Pancasila dasar berdirinya negara kita diganti dengan ideologi yang lain, bukan? Kalau benar alasannya demikian, maka tidak ada yang harus dicemaskan soal PKI. Faktanya, PKI sekarang sudah tiada. Partai itu tidak akan bisa mengubah ideologi negara kita tercinta. Yang harus dicemaskan sekarang ini adalah ormas atau organisasi yang terang-terangan menentang Pancasila. Ya, apalagi organisasi tersebut berkedok agama misalnya HTI alias Hizbut Thahrir Indonesia.
HTI dikenal sebagai ormas yang kekeuh mengganti NKRI dengan khilafah. Terang-terangan, mereka menyebutkan bahwa Pancasila adalah thaghut sebab tidak sesuai dengan ajaran Islam. HTI mengklaim kalau yang paling cocok dijadikan ideologi bernegara adalah Al Quran serta hadits. Selain dari kedua itu, dianggap tidak layak dijadikan ideologi sebab hanya buatan manusia. Saat ini, HTI punya banyak pengikut. HTI juga menelurkan beberapa ustadz kondang yang digandrungi oleh kaum remaja. Ustadz-ustadz tersebut menarik kaum muda untuk turut serta bergabung dan memperkuat gerakan. HTI juga sering masuk ke kampus-kampus untuk menyebarkan “ajaran” mereka. Bukankah ini cukup menjadi bukti bahwa HTI yang jelas menentang pancasila dan NKRI mendapatkan ruang untuk bergerak? Bukankah ini yang seharusnya kita takutkan?
Mari berbuat
adil sejak dalam pikiran. Jika benar PKI layak diberangus karena ingin
mengganti Pancasila, maka seharusnya ormas-ormas yang terang-terangan menentang
Pancasila sebagai ideologi juga layak dibabat habis. PKI sudah tiada, hanya
tinggal kenangan. Namun ormas macam HTI jelas masih tegak berdiri di hadapan
kita. Tapi aparat dan pemerintah diam saja. Dimana letak keadilan? HTI tak
kalah menyeramkan dari PKI, karena ia berkedok agama. Tidakkah cukup konflik di
timur tengah menjadi pembelajaran bagi kita? (*)
Baca Juga:
- Subhanallah.. Pemuda Difable Ini Bisa Raih Ratusan Juta Hanya Dari Rumah
Baca Juga:
- Subhanallah.. Pemuda Difable Ini Bisa Raih Ratusan Juta Hanya Dari Rumah
- Kisah Abu Nawas Menjebak Pencuri
Dari berbagai sumber
Dari berbagai sumber