Tragis, Beginilah Kisah 3 Bocah yang Dituduh Pencuri
Radarislam.com ~ Seorang lelaki terlihat
sedang membawa kayu dan menenteng jerigen di tangannya. Dia berteriak “Bakar
saja.!” Anak berusia 13 tahun
berinisial S itu menutup wajahnya dengan tangan kanan. Dalam hati, dia sedang
berdoa.
Bahunya pasti terasa
berat dan lehernya sangat sakit karena diikatkan ke batang kayu. Punggungnya terasa
panas dan perih.
Hari itu, Hari Minggu
pada waktu sore mungkin menjadi momen tersial dalam hidup bocah itu dan dua
temannya, H (13 tahun) dan R (21 tahun). S sedang mengantar temannya ke Depok. Mereka
lewat pemukiman warga supaya lebih dekat. Tepatnya di daerah Jalan Nobel, RT 03
RW 02, Bojong Baru, Depok, Jawa Barat.
Mereka boncengan
bertiga. R mengendarai motor dan S duduk tengah, sedangkan H duduk di belakang.
H sedang memegang minuman ringan. Jalanan
banyak yang lubang dan banyak batu. Jalanan tersebut sedang dilewati oleh
sepeda motor. Tiba-tiba, motor melindas batu.
H yang sedang asyik
minum tersedak. Seketika minumannya terpental ke tembok pagar rumah bercat
hijau.
"Maliiiing,"
teriak seorang lelaki yang berlari dari dalam rumah. Dia bercelana pendek,
tergesa-gesa keluar.
Rasa hati bukan
meneriaki S dan teman-temannya, sepeda motor pun tetap melaju pelan.
Tapi saat S menoleh ke
belakang, puluhan sepeda motor dan orang-orang sudah memburu mereka. Gas pun
digeber untuk menyelamatkan diri.
Namun di lampu merah
mereka terhenti. Lelaki yang meneriaki maling tadi menghampiri. H turun. Belum
sempat berbicara, lelaki tadi langsung meninju wajah dan perutnya.
H terjungkal. Bajunya
ditarik lelaki dengan potongan rambut tentara itu. Dipukul lagi, kali ini wajah
dan dadanya. H dibawa lelaki itu, S dipaksa naik sepeda motor lainnya,
menyusul.
Di samping kiri rumah
tempat minuman ringan H terlempar tadi, orang sudah ramai. Dari seberang jalan,
S melihat H sudah terduduk, wajahnya sudah bengkak-bengkak.
Tak sempat melihat
dengan jelas, sebuah pukulan menghantam badan S. Limbung kena pukulan, dia pun
roboh. Bajunya dibuka, kalung yang dia pakai dirampas.
S dipaksa membelakangi
pria itu. "Plak, plak," punggung S panas. Kalung baja putih milik S
jadi cambuk oleh lelaki yang memukuli H.
"Kamu anak mana?
Maling ya!?" tanya lelaki berbaju kutang biru dongker itu.
Wajah S ditinju,
kepalanya ditempeleng dan bahunya diinjak. Ia tetap mencambuki S dengan kalung.
Tak puas, badannya ditarik.
Baju yang dipakai S
diikatkan ke leher dan sebatang kayu.
"Enggak, pak. Saya
anak sini, saya bukan maling," jawab S terbata-bata.
"Jangan bawa nama
kampung sini," ketus pria itu membarengi tinju ke perut S.
"Rumah saya di sana
pak, saya anak sini," suara S susah keluar, ikatan di lehernya terlalu
kuat.
"Saya tak ingat
lagi, berapa lama ia dan orang lain memukuli saya. Saya sudah menutup wajah
dengan lengan bang. Sampai mama datang, baru saya berani melihat sekitar,"
ujar S.
"Ya Allah, apa yang
harus saya katakan pada orangtua H, anaknya buta setelah pulang dari rumah
saya," ujar S membatin, melihat H babak belur.
S, H, dan R belum lama
pergi dari rumah. W yang tengah menyapu kamar terkejut saat R tiba-tiba
menggedor pintu rumahnya. Ia terengah-engah.
"Bu, S dan H
dipukuli orang, kami difitnah maling, di sana bu, di depan," ujar R
mengadu kepada W.
W bersama suaminya
berlari dari rumah, menuju lokasi yang dimaksud R.
Tiba di lokasi, orang
masih ramai. S diikat lehernya di batang kayu, H terduduk dengan wajah bonyok.
"Saya orangtuanya,
kenapa anak saya dipukuli!?" tanya W kepada lelaki berpostur tegap itu.
"Dia maling,"
jawab lelaki itu.
"Kamu maling
nak?" tanya W yang dijawab S dengan gelengan kepala.
"Kenapa anak di
bawah umur ini dipukuli, pak?" tanya W sambil terisak.
W berusaha membuka
ikatan leher S. Perempuan paruh baya itu juga membantu H berdiri. Dia merangkul
2 remaja itu ke rumahnya.
Jelang magrib, seorang
bidan datang. "Anak ibu harus di rontgen, nanti kasih kompres di
wajahnya," pesan bidan.
Pak RT dan Bimas pun
datang. Mereka menanyakan apakah kejadian ini akan dilaporkan atau cara lain.
"Saya masih bingung
pak, anak saya dipukuli, satu lagi anak orang. Nanti dulu, saya hubungi
keluarga dulu," ujar W.
S, dan H adalah korban
kekerasan dan penganiayaan oknum TNI berpangkat kopral. Keduanya bersama
keluarganya baru angkat bicara saat mengadakan konferensi pers di LBH Jakarta,
Rabu (20/1/2016) siang.
Kedua pelajar SMP
berumur 13 tahun itu didampingi orangtua dan teman sekolahnya. Mereka
ramai-ramai mendatangi LBH Jakarta, membawa spanduk bertuliskan "Rakyat
Mencari Keadilan".
Kejadian nahas itu
terjadi pada Minggu 13 Desember 2015 lalu. Sehari setelah penganiayaan itu, dua
keluarga yang jadi korban pemukulan oknum TNI ini, memulai cerita panjang
perjuangan mereka mencari keadilan.
W, ibu S terisak-isak.
Ia susah menghela nafas, kala menceritakan kejadian dugaan penganiayaan kepada
putranya itu di LBH Jakarta. Dia tak mau mengingatkan lagi peristiwa itu.
"Saya tak sanggup
lagi lewat jalan depan rumah orang yang mukuli anak saya, pak. Tak bisa saya
lupa, S lehernya diikat ke batang kayu, bajunya dibuka," ucap perempuan 40
tahun itu.
"Di badan anak
saya, biru-biru. Matanya merah, wajahnya biru. Saya lihat H sudah pecah
matanya," sambung W.
"Kami sudah melapor
ke Polsek Bojong Gede, Polres Bogor, dan Polres Depok. Tapi kami dipimpong
(dioper-oper) selama 2 minggu lebih," ujar H, ayah S.
H mengaku putus asa,
karena laporannya selalu ditolak. Bahkan sampai ke Polisi Militer Angkatan Laut
(POM AL), mereka malah mengajak berdamai.
"Kami hanya ingin
mencari keadilan," timpal W, sesenggukan.
Arif Maulana selaku
pengacara bocah-bocah itu, menyayangkan sikap kepolisian dalam membantu
pelaporan.
Bahkan, menurut Arif,
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) cenderung lamban menangani. Arif yang
merupakan pengacara publik di LBH Jakarta, telah merumuskan jalur hukum yang
akan mereka tempuh.
"Kami kembali
bangun komunikasi dengan KPAI, besok dijadwalkan ada pertemuan dan mem-follow
up laporan di POM AL," pungkas Arif.
Bunga Siagian, pengacara
publik LBH Jakarta mengatakan, dalam kasus yang dialami H dan S, LBH akan
membawanya ke proses hukum.
"Jangan sampai ada
imunitas terhadap oknum aparat negara yang menganiaya anak-anak. Apalagi
sebagai aparat harusnya bisa melindungi warga terutama anak-anak," ujar
Bunga.
LBH Jakarta juga akan
melapor ke presiden dan menteri, serta koordinasi dengan jaringan anak.
"Kenapa kekerasan
terhadap anak bisa mencuat di waktu yang bersamaan. Saya khawatir anak-anak
lain akan menjadi korban berikutnya," ucap Arif.
Menanggapi kasus ini,
Kadispenal Laksmana Muda TNI Muhammad Zainuddin menyayangkan keterlambatan
laporan dugaan penganiayaan ini ke POM AL.
"Kenapa tidak waktu
itu langsung laporan. Mohon disampaikan kepada masyarakat, siapa pun yang
merasa dianaiya silakan laporkan ke POM AL," ujar Zainuddin saat
dikonfirmasi, Rabu sore.
"Sehingga pelakunya
bisa diproses. Semestinya kalau kejadian 13 (Desember) seharusnya segara
dilaporkan," sambung dia.
Dia berjanji kasus ini
tidak akan ditutup-tutupi. Namun, ia mengaku belum tahu dugaan penganiayaan
oleh prajurit angkatan laut itu.
“Akan kita selidiki
apakah dia benar anggota atau bukan. Kalau benar anggota, kita akan proses. Tidak
akan ada yang ditutupi. Jika memang salah, pasti diproses sesuai dengan
ketentuan. Saya cek dulu ke sana, kita tindaklanjuti lagi nanti,” jelas Zainuddin.
Zainuddin juga meminta
masyarakat supaya tidak takut melaporkan arogansi atau perilaku tidak
mengenakkan dari prajurit TNI.
“Jika ada yang dirugikan,
segeralah melapor ke POM AL agar mendapatkan tindak lanjut. Kita terbuka pada
siapa saja yang merasa dirugikan oleh prajurit kita. Jadi silahkan lapor jika
benar ada petugas yang melanggar,” tandas Zainuddin.
sumber: liputan6.com