Di Antara Rezekimu, Ada Rezeki Orangtuamu
Ada
rezeki orang tua diantara rezekimu, Radarislam.com ~ Sore
itu Ummu Hamid pulang dengan gelisah. Ia baru ingat. Hari itu tanggal 18, hari
terakhir jatuh tempo pembayaran cicilan rumahnya. Ia tau pasti, dana yang
terkumpul dari pendapatannya dan suami sangat terbatas.
Meskipun “hanya” kurang dua ratus ribu rupiah, tetap saja
Ummu Hamid pening dibuatnya. Sebab dana yang lain tidak bisa diganggu lagi
dengan keperluan berbeda.
Sambil menunggu kepulangan suami, Ummu Hamid menelpon
ibunya. Sudah menjadi kebiasaannya rutin menghubungi orangtua sejak ia masih
kuliah dahulu.
Mendadak ia terkejut. Kiriman dana bulanan untuk
orangtuanya ternyata belum ditunaikan juga.
Selama ini, Ummu Hamid ikut menanggung pemakaian listrik,
air dan berbagai keperluan orangtuanya. Ia merasa ada sejumlah pengeluaran tak
terduga yang melampaui keuangan keluarganya.
Sempat terbetik untuk acuh. Toh ia masih memiliki saudara
lain yang bisa memenuhi kebutuhan orangtua mereka. Anehnya, justru muncul rasa
sombong. Merasa diri paling berjasa pada keluarga khususnya kepada ibunya
selama ini.
Syukur, secepat itupula ia beristighfar. Usai menelepon,
Ummu Hamid segera mentransfer sejumlah dana kepada ibunya. Kali ini ia bahkan
sengaja melebihkan dari biasanya. Selepas transaksi, kembali Ummu hamid
mengecek saldo rekeningnya. Dana yang sedianya untuk membayar cicilan rumah
kini tampak makin berkurang. Lagi-lagi otaknya berpikir keras. Ke mana ia
mencari tambahan dana untuk cicilan tersebut.
Ummu Hamid tak ingin menyesal karena telah meringankan
kebutuhan ibunya. Sebaliknya ia juga tidak bisa menunda pembayaran cicilan
karena terancam denda cukup besar. Saat ini Ummu Hamid hanya bisa menyicil
rumah, sebuah keinginan yang sudah lama terpendam. Memiliki rumah sendiri
bersama keluarganya.
Masih dengan perasaan gulana, Ummu Hamid segera mengambil
air wudhu. Ia merasa tak punya pelarian lagi kecuali shalat dua rakaat,
bersimpuh di hadapan kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala (Swt). Baru selesai
salam, tiba-tiba suaminya datang mengetuk pintu rumah. Ada lara yang membuncah,
ingin segera ia mengadu kepada suaminya. Tapi Ummu Hamid berusaha menahan
sekuat tenaga. Ia tidak mau menambah letih suaminya yang baru pulang dari
pekerjaannya di kantor.
“Dinda, alhamdulillah ada rezeki tidak disangka di kantor
tadi,” ujar suaminya membuka percakapan sambil tersenyum.
“Pak Rahman datang melunasi pinjamannya yang tiga tahun
lalu itu. Entahlah, tiba-tiba saja ia datang ke kantor tadi,” imbuh suaminya
sambil menyerahkan sebuah amplop tebal.
“Allahu Akbar…!”
Ummu Hamid tanpa sadar berpekik takbir. Ia sendiri sudah
lupa perihal uang piutang itu. Waktu itu mereka hanya berniat menolong Pak
Rahman, karib suaminya itu.
Dengan gemetar Ummu Hamid segera membuka amplop itu.
Lembar demi lembar terlihat dari dalam amplop. Lembaran itu bahkan masih
lengkap dengan ikatan penanda dari bank.
Subhanallah, lagi-lagi ia hampir berteriak. Uang tersebut
ternyata persis 200 kali lipat dari jumlah yang baru saja ia transfer kepada
ibunya tadi. Masih dalam sujud syukurnya, sebuah pesan singkat masuk atas nama
ibunya.
“Nak, terima kasih ya. Kata adikmu ada uang masuk ke
rekening ibu. Semoga rezekimu berkah dan berlimpah. Maafkan ibu yang selalu
merepotkanmu.”
Dalam Islam, ridho Allah Subhanahu Wata’ala berhubungan
dengan ridho kepada kedua orangtua. Karena itu hadits mengatakan, Ridho Allah
bersama dengan ridho orangtua, kemurkaan Allah karena murkanya orangtua.
عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( رِضَا اَللَّهِ
فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ ) أَخْرَجَهُ
اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ
Nabi Shallallaahu alaihi wasallam (Saw) bersabda:
“Keridhaan Allah
tergantung kepada keridhaan orangtua dan kemurkaan Allah tergantung kepada
kemurkaan orangtua.” (Riwayat at-Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu
Hibban dan Hakim).
Keridhaan orangtua dimulaikan dari buah ketulusan.
Berapapun harta yang diberikan anak kepada orangtua, namun tak disertai
ketulusan, tentunya tidak mendapat jaminan ridha dari orangtua.
Sebab ridha orangtua bukanlah persoalan berapa nominal
harta atau materi lainnya. Perhatian tulus, keinginan untuk menyenangkan,
membantu, memuliakannya, selalu mendoakan dan membahagiakan kedua orangtua
itulah yang melahirkan keridhoannya.
Sayangnya tak banyak yang menyadari hal tersebut. Bahwa
harta, kesenangan, dan kebahagiaan yang direguknya kini hanyalah cipratan
berkah dari sujud panjang dan munajat ikhlas dari orangtua kepada anak-anaknya.
Anak itu terkadang lupa, menyangka apa yang ia miliki kini adalah hasil jerih
payahnya sendiri.
Ippho Santosa menulis dalam buku 7 Keajaiban Rezeki,
ketika doa orangtua selaras dengan doa yang dipanjatkan oleh seorang anak,
niscaya doa-doa tersebut akan lebih ‘melangit’.Apapun akan terpanjat dengannya
hingga menjadi lebih mudah diijabah oleh-Nya kelak. [Radarislam/ Hdt]