Pinjam ke Bank 120 Juta, Pria Ini Malah Kehilangan Rumah Seharga 800 Juta Karena Jeratan Riba, Kisahnya Jadi Viral dan ‘Tampar’ Banyak Orang
Jerat riba,
pinjam bank 120 juta, hilang rumah 800 juta, Radarislam.com ~
Untuk memiiki sesuatu baik rumah, kendaraan, atau barang berharga lainnya. Kini
masyarakat bisa dimudahkan dengan membayar lewat cicilan atau kredit. Bahkan
yang tak punya uang untuk modal usaha bisa berhutang lewat bank atau finance dengan sejumlah bunga
tertentu.
Namun hal ini dinyatakan riba, sebab ada bunga, jaminan, ancaman sita, dan sebagainya. Allah sendiri murka pada umatnya yang memakan harta riba. Namun akibat riba tak hanya diganjar di akhirat, tetapi juga di dunia pun dampaknya begitu terasa.
Inilah yang dialami oleh pria paruh baya bernama Sofyan.
DI usianya yang tak lagi muda, ia tak menduga bakal terusir dari rumahnya
sendiri yang berlokasi di pinggir Jl Raya Kuningan-Cirebon. Rumah yang
ditinggalinya bersama keluarga kini telah dilelang oleh pihak bank.
Alasan rumahnya disita adalah Sofyan sudah menunggak
pembayaran cicilan pinjaman hingga beberapa bulan. Kini Sofyan hanya mengontrak
sebuah rumah di Desa Cikaso, Kecamatan Kramatmulya, Kabupaten Kuningan.
Karena tak ditinggali lagi oleh pemiliknya, pagar besi
rumah Sofyan tampak seperti kurang terawat. Masih di halaman itu, ada sebuah
toko servis dinamo yang dipakai Sofyan mencari nafkah. Sejumlah warga yang
tengah membetulkan dynamo duduk di kursi kayu yang ada di depan toko.
Saat masuk ke dalam rumahnya yang berlantai keramik
putih. Sehelai karpet terhampar di ruang tamu. Tak ada kursi dan peralatan
rumah tangga lainnya. Sofyan mengaku jika peralatan rumah tangganya sudah
diangkut ke rumah kontrakan setelah mendapat surat perintah pengosongan.
Pria paruh baya tersebut tak mendug, jika rumah yang
dibelinya dengan cucuran keringat beberapa tahun lalu itu harus berpindah
tangan dengan cara yang menyakitkan. Sofyan juga mengaku menyesl tk cermat
ketika melakukan pembayaran cicilan, sehingga akhirnya harus kehilangan rumah
yang sangat strategis lantaran berada di jalur utama.
“Saya sebenarnya tidak ikhlas harus kehilangan rumah
karena dianggap tidak mampu melunasi pinjaman. Tapi rumah ini sudah dilelang
sejak Februari tahun lalu,” papar Sofyan dengan sedih.
Dia kemudian menceritakan awal kejadian naas yang akan
teringat selalu dalam benaknya. Pada tahun 2012, Sofyan mengaku terjerat penawaran manis dari seorang
marketing sebuah perbankan yang menawarkan pinjaman yang prosesnya cukup mudah.
Setelah beberapa kali bertemu dengan marketing tersebut, akhirnya dia
memutuskan meminjam uang untuk kepentingan usaha yang tengah digelutinya.
“Awalnya ada marketing yang datang menawarkan pinjaman
dengan proses cepat dan mudah. Meski semula tidak tertarik, namun karena sering
ditawari akhirnya saya kepincut,” katanya..
Sofyan pun mengajukan pinjaman sebesar Rp120 juta. Dalam
perjanjian dengan pihak bank, Sofyan diberi masa tenor selama lima tahun atau
sampai 2017. Dalam perjanjian itu juga disebutkan nominal cicilan yang harus
dibayar Sofyan yakni Rp3.650.000 per bulannya.
Sebagai jaminan atas pinjamannya, Sofyan menyerahkan
sertifikat rumahnya. Tahun pertama, dan kedua pembayaran cicilan berlangsung
lancar. Memasuki tahun ketiga, usaha yang ditekuni Sofyan kurang menguntungkan
sehingga berdampak juga pada pembayaran cicilan ke bank. Akhirnya pembayaran
cicilan juga mulai tersendat.
Kendati begitu, Sofyan tetap berusaha membayar
kewajibannya ke pihak bank. Dia juga berusaha meminta keringanan kepada pihak
bank untuk memperpanjang masa tenor hingga 9 tahun. Permintaan tersebut
disetujui pihak bank, dan itu membuat hatinya sedikit lega. Setiap bulannya,
dia menyerahkan uang cicilan pinjaman ke kolektor yang datang ke rumahnya.
“Karena usaha saya kurang bagus, pembayaran memang sempat
tersendat. Kemudian saya minta agar ada keringanan dalam jangka waktu mencicil.
Dan permintaan itu disetujui hingga ada keringanan sampai 2019 untuk melunasi
cicilan,” lanjutnya.
Namun mendadak dia mendapat surat panggilan dari bank
yang isinya pemberitahuan terkait ada tunggakan selama lima bulan yang belum
dibayar. Dia kemudian berangkat ke bank untuk menyelesaikannya.
“Jumlah uang cicilan yang sudah saya bayar hampir
mencapai Rp107 juta dari pinjaman Rp120 juta. Untuk melunasinya, saya sempat
menawarkan rumah ke orang lain. Ada yang menawar Rp800 jutaan.
Tapi, saya tidak bisa menjual rumah karena sudah dilelang
oleh bank. Saya hanya berharap agar eksekusi yang akan dilakukan ditunda, dan
diberi kesempatan menjual rumah untuk melunasi utang. Hanya itu permintaan
saya,” harapnya.
Kisah ini adalah salah satu pengalaman nyata betapa
kejamnya riba yang mencekik perekonomian masyarakat. Riba berdampak pada
kehidupan sehari-hari, rezeki menjadi seret, bahkan uang yang harusnya dipakai
untuk kebutuhan sehari-hari digunakan untuk membayar cicilan. Yang lebih parah,
kita harus menjual ini itu agar bisa menyelesaikan pembayaran.
Semoga kisah nyata ini jadi pengalaman bagi semua untuk
segera lepas dari jerat riba. [Radarislam/ Rc]