Kisah Nyata Ini Akan Menyadarkan Kita Mahalnya Hidayah Allah - RadarIslam.com

Kisah Nyata Ini Akan Menyadarkan Kita Mahalnya Hidayah Allah

Radarislam.com ~ Kisah ini dituturkan oleh Habib Quraisy bin Qosim Baharun Cirebon. Cerita ini bermula dari perjalannya pada tahun 1996 yang lalu. Diunggah oleh akun facebook Zamroni Ilyas (01/05/16). Ada hikmah tersembunyi dari kisah ini bahwa iman dan hidayah Islam yang kita dapatkan ini ternyata sangat mahal dan tidak bisa diukur dengan apapaun.

Pada tahun 1996, ada sebuah pesawat yang melewati benua Afrika. Para penumpang duduk dengan tenang di kursi mereka masing-masing. Mereka menunggu pesawat yang akan mendarat pada bandara selanjutnya. Di antara mereka, ada seorang tokoh agama kaliber yaitu Habib Quraisy dan ibu tua dengan jilbab di sebelahnya. Ibu tersebut sudah berusia senja yaitu sekitar 65-70 tahun. Ketika berada di dalam pesawat, Ibu Tua itu mengajak Habib Quraisy dan bertanya kemana tempat tujuan beliau dengan Bahasa Arab yang sangat fasih.

“Kemana Anda akan pergi ?” Tanya Ibu Tua itu.

“Saya akan transit ke Yordan kemudian melanjutkan perjalanan ke Yaman”. Jawab Habib.

“Dimana asal Anda ?” Tanya ibu Tua itu kembali juga dengan bahasa arab yang sangat fasih. 

Habib jawab “Saya berasal dari Indonesia”.

Mengetahui Habib Quraisy orang Indonesia, sejurus ibu Tua mentranslate bahasanya dengan bahasa Indonesia. Padahal dari perbincangannya Ia mengetahui bahwa ibu Tua itu sendiri adalah wanita kelahiran Jerman dan warga Negara Jerman. 

Pada gilirannya ibu Tua itu lantas berbahasa Indonesia yang amat fasih pula. Lalu bertanya lagi.

“Adik di Indonesia dimana?”. Habib Quraisy katakan ; “Saya di Jawa”.

Tak ubahnya seperti mengetahui sesuatu, Ibu itu lantas merubah dialognya dengan menggunakan bahasa Jawa yang dialegnya sangat halus dan hampir-hampir Habib Quraisy tidak paham dan Ia katakan pada Ibu itu “Luar biasa, Ibunda begitu banyak menguasai bahasa sampai bahasa Indonesia dan Jawa sekalipun, padahal Anda orang Barat”.

Ibu Tua itu hanya tersenyum bijak sambil berkata “Saya ‘Alhamdulillah’ menguasai sebelas bahasa dan duapuluh bahasa daerah”.

Silih waktu dari perbincangan Habib Quraisy bersama Ibu Tua itu mengarah kepada hal-hal yang berkaitan dengan agama.

Wanita Tua itu mulai mengupas pembahasan Al Qur’an dengan indah dan mahirnya. Habib pun penasaran atas kehebatannya menjelaskan Al Qur’an dan bertanya

“Apakah Ibunda hafal Al Qur’an ?”


Beliau menjawab “Ya, saya telah menghafal Al Qur’an dan saya rasa tidak cukup hanya menghafal Al Quran sehingga saya berusaha menghapal Tafsir Jalalain dan saya pun hafal”.

Tidak sampai disitu saja, Ibu Tua itu melanjutkan bicaranya “Namun Al Qur’an harus bergandengan dengan hadist. 

Sehingga saya kemudian berupaya lagi menghafal hadist tentang hukum sehingga saya hafal kitab hadist Bulughul Marom di luar kepala”.

“Lantas saya masih belum merasa cukup, karena di dalam Islam bukan hanya ada halal dan haram tapi harus ada fadhailul amal, maka saya pilih kitab Riyadhus Sholihin untuk saya hafal dan saya hafal”. Kata Ibu itu menuturkan pendalamannya tentang Islam kepada Habib Quraisy.

Dan lagi Ibu itu kembali bertutur “Di sisi agama ada namanya tasawuf, maka saya cendrung pada tasawuf sehingga saya memilih kitab Ihya Ulumuddin dan sampai saat ini saya sudah 50 kali mengkhatamkan membacanya. 

Saking seringnya saya membaca Ihya Ulumuddin sampai-sampai Bab Ajaibul Qulub saya hafal di luar kepala”.

Habib Quraisy terperangah melihat kehebatan dan luar biasanya Ibu Tua itu. Namun karena tidak mau percaya begitu saja, Habib pun akhirnya mencoba mentest kebenaran perkataannya. Apakah benar Ia telah hafal Al Qur’an? Apakah benar Ia menguasai Tafsir Jalalain tentang asbabunnuzul dan qaul Ibnu Abbas? 

Setelah melalui beberapa pertanyaan. Ternyata memang benar Ibu itu hafal Al Qur’an bahkan Ia mampu menjawab tafsirnya dengan mahir dan piawai.

Ketika Habib mengangkat permasalahan ihya mawat yang ada di dalam kitab Bulughul Maram Ibu Tua itu pun menjabarkannya cukup jelas.

Ketika Habib membahas tentang hadist Riyadhus Sholihin maka Ibu Tua itu menyebutkan sesuai apa yang disebutkan dalam kitab Dalailul Falihin sebagai syarah kitab hadist tersebut.

Dan lagi Ia menjelaskan masalah hati psikologi berbasis kitab Ihya Ulumuddin pada pasal ajaibul qulub.

Kembali Habib dibuat heran akan kehebatan Ibu Tua itu dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

Menurutnya, sejauh ini selain gurunya Habib belum pernah menemukan orang sekaliber Ibu yang ada duduk di sampingnya.

Pesawat mendarat  di airport.

Ketika pesawat itu sudah benar-benar berhenti para penumpang semuanya menyiapkan diri termasuk barangnya bawaannya menuruni pesawat.

Begitu pula Ibu itu mengambil tasnya yang di ada di kabin, karena sudah merasa kenal Habib mencoba bantu mengambilkan tas itu dan menurunkan tiga tas ke lantai pesawat. Subhanallah… ketika Ibu itu menunduk untuk mengambil tas itu ternyata keluar dari bilik jilbabnya seutas kalung yang bertanda palang salib.

Seperti petir menyambar di siang bolong, Habib Quraisy menunduk dengan lemah. Ibu itu hanya tersenyum dan mengatakan “Akan saya jelaskan kepadamu nanti di hotel”.

Seperti katanya Habib akan transit dulu selama satu hari satu malam, pun Ibu Tua itu. Maka di ruang receptioner (ruang tunggu) Ia tunjukkan nomor kamarnya kepada Habib dan kemudian berjanji untuk bertemu di ruang lobi restaurant.

Sesuai kesepakatan keduanya akhirnya bertemu. Kepada Habib Quraisy Ibu itu mengatakan “Saya bukan orang Kristen, mengapa saya keluar dari Kristen ?… karena saya menganggap Kristen itu hanya dongeng belaka. 

Dan kalung ini bukan berarti saya Kristen, tapi kalung ini adalah pemberian almarhumah ibu saya”. Ibu Tua itu pun mengatakan bahwa Ia telah mempelajari beberapa agama, Kristen, Hindu juga Islam.

Ia juga sempat mengungkapkan ketertarikannya mengenai keagungan yang ada di bilik wahyu Allah Swt dan hadits Nabi Muhammad SAW.

“Ibu apa agamanya sekarang ?” Habib bertanya. Dia katakan “Saya tidak beragama”

“Seandainya Ibu masuk agama Islam, begitu membaca syahadat, ibu akan langsung mendapat titel kiyai haji”. Karena demikian luas ilmu yang ia miliki kata Habib.

Ia menjawab “Mungkin karena saya belum dapat hidayah dari Allah”

Tak terasa Habib Quraisy menetaskan air mata, bersedih akan Ibu itu, tetapi sekaligus bersyukur kepada Allah SWT karena telah mempertemukan dengan si Ibu, membuat sadar bagaimana orang seperti dia yang sudah hafal Al Qur’an dan lain sebagainya namun belum Allah izinkan untuk beriman kepada-NYA. Sementara kita tanpa usaha apapun, telah dipilih oleh Allah SWT untuk menjadi seorang yang muslim. Demikian kisah ajaib ini.

Semoga yg membaca dan yang turut merilis kisah ini, dapat mengambil iktibar betapa bersyukurnya kita telah dianugrahkan iman. Semoga Iman, Islam kita semakin bertambah kuat sampai ajal menjemput, sehingga kita termasuk orang yang husnul khotimah.

Tulisan 'Mahalnya Hidayah', yang dituturkan Habib Quraisy Bin Qosim Baharun mungkin orang yang dimaksud namanya Ann Marie Schimmel seorang ahli terkemuka dalam literature Islam & mistisisme (tasawuf), sebagai professor mengajar di 3 Universitas terkenal di 3 Negara berbeda, dikenal memiliki ingatan fotografis. 
Wafat Pada tahun 2003 usia 80 tahun, entah bagaimana tentang keimanannya pada akhir umur nya. 


Sekilas tentang Annemarie Schimmel, atau Ann Marie Schimmel

Sudah pernah mendengar tentang Annemarie Schimmel? Schimmel adalah seorang penulis, budayawan, dan filosof kondang asal Jerman. Dia merupakan wanita yang memahami Islam. Dia pernah berkata bahwa dirinya selalu membaca doa-doa, sejarah, dan hadis Islam dari Bahasa Arab serta tidak pernah merujuk ke terjemahan apapun. Dia pernah menerjemahkan dan menerbitkan sebagian “Shahifah Sajjadiyah” dalam Bahasa Jerman.

70 tahun yang lalu saat sedang menerjemahkan salah satu doa, Ibunda dari Annemarie sedang sakit. 

“Aku menemani ibuku yang sedang sakit. Saya akan duduk di pojok kamar dan menulis ulang terjemahan yang aku buat setelah ibu tidur. Ada dua ranjang dalam kamar ibu. Di ranjang lainnya, ada seorang wanita beragama Kristen Katholik yang kuat akidah dan fanatik,” ungkapnya. 

Dia memprotes ku ketika aku sedang menerjemahkan doa-doa Islam, “Apakah ada kekurangan dalam doa di agama Kristen dan Alkitab sehingga kamu lebih memilih doa-doa agama Islam?”

Setelah buku yang aku terjemahkan dicetak, aku mengirim satu copy-annya pada perempuan itu. Sebulan setelah pemberian buku tersebut, wanita itu menghubungi Annemarie lewat telepon dan dia mengungkapkan rasa berterima kasih atas hadiah buku yang dia berikan. Dia membacanya setiap hari sebagai ganti dari doa-doa yang biasanya dia baca. Ali Zainal Abidin  memberikan solusi untuk masyarakat Barat.  

Bahkan batu nisan Annemarie Schimmel tertulis sebuah hadits Imam Ali bin Abi Thalib AS dengan khat Nasta’liq yang sangat indah. 

“Seluruh manusia tidur dengan pulas. Ketika ajal datang, mereka baru tersadar.”

Begitulah kira-kira isi dari hadis tersebut. (*)


Baca Juga :
- Tak Percaya? Ini 2 Bahaya Madu Yang Dikonsumsi Berlebihan Tiap Hari 

- Nauzubillah! Ini Ancaman Allah Bagi Yang Tidak Mau Bayar Hutang

Share This !