Janji Rasulullah Untuk Lindungi Kaum Nasrani dan Rumah Ibadahnya

Walaupun janji itu disampaikan pada kaum Nasrani di Narjan
tetapi beliau tidak membatasi hanya
untuk mereka saja melainkan untuk semua kaum Nasrani di seluruh bumi dan
selamanya. Inilah bukti toleransi yang pernah dipraktikkan oleh Rasulullah.
Berikut adalah janji yang pernah diucapkan oleh
Rasulullah sebagaimana dikutip langsung dari blog Direktur Pusat Studi Quran, Prof M Quraish Shihab, quraishshihab.com, tanpa penyuntingan:
“Narjan dan kelompoknya serta semua yang mengangut agama
Nasrani di sleuruh dunia berada di dalam perlindungan Allah SWT dan pembelaan
Muhammad Rasulullah menyangkut harta benda, jiwa dan agama mereka, baik yang
hadir (dalam pertemuan ini) maupun yang gaib.
Termasuk keluarga mereka, tempat-tempat ibadah mereka dan
segala sesuatu yang berada dalam wewenang mereka, sedikit atau banyak.
Saya berjanji melindungi
pihak mereka, dan membela mereka, gereja dan tempat-tempat ibadah mereka serta
tempat-tempat pemukiman para rahib dan pendeta-pendeta mereka demikian juga
tempat-tempat suci yang mereka kunjungi.
Saya juga berjanji memelihara
agama mereka dan cara hidup mereka – di mana pun mereka berada- sebagaimana
pembelaaan saya kepada diri dan keluarga dekat saya serta orang-orang Islam
yang seagama dengan saya.
Karena saya telah
menyerahkan kepada mereka perjanjian yang dikukuhkan Allah bahwa mereka
memiliki hak serupa dengan hak kaum muslimin, dan kewajiban serupa dengan
kewajiban mereka.
Kaum muslimin pun
berkewajiban seperti kewajiban mereka berdasar kewajiban memberi perlindungan
dan pembelaan kehormatan sehingga kaum muslimin berkewajiban melindungi mereka
dari segala macam keburukan dan dengan demikian mereka menjadi sekutu dengan kaum
muslimin menyangkut hak dan kewajiban.
Tidak boleh uskup dari
keuskupan mereka diubah, tidak juga kekuasaan mereka, atau apa yang selama ini
mereka miliki.
Tidak boleh juga dituntut
seseorang atas kesalahan orang lain, sebagaimana tidak boleh memasukkan bangunan
mereka ke bangunan mesjid, atau perumahan kaum muslimin.
Tidak boleh juga mereka
dibebani kezaliman menyangkut pernikahan yang mereka tidak setujui.
Keluarga
wanita masyarakat Nasrani tidak boleh dipaksa mengawinkan anak perempuannya
kepada pria kaum muslimin.
Mereka tidak boleh disentuh
oleh kemudharatan kalau mereka menolak lamaran atau enggan mengawinkan karena
perkawinan tidak boleh terjadi kecuali dengan kerelaan hati.
Apabila seorang wanita
Nasrani menjadi isteri seorang muslim maka sang suami harus menerima baik
keinginan isterinya untuk menetap dalam agamanya dan mengikuti pemimpin
agamanya serta melaksanaka tuntunan kepercayaannya.
Tidak boleh hal ini
dilanggar. Siapa yang melanggar dan memaksa isterinya melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan urusan agamanya, maka dia telah melanggar perjanjian (yang
dikukuhkan) Allah dan mendurhakai janji Rasul-Nya dan dia tercatat disisi Allah
sebagai salah seorang Pembohong.
Buat para penganut agama
Nasrani, bila mereka memerlukan sesuatu untuk perbaikan tempat ibadah mereka,
atau satu kepentingan mereka dan agama mereka, bila mereka membutuhkan bantuan
dari kaum muslimin maka hendaklah mereka dibantu dan bantuan itu bukan
merupakan hutang yang dibebankan kepada mereka tetapi dukungan buat mereka demi
kemaslahatan agama mereka serta pemenuhan janji Rasul (Muhammad saw.) kepada
mereka dan anugerah dari Allah dan Rasul-Nya buat mereka.
Tidak boleh seorang Nasrani
dipaksa untuk memeluk agama Islam “Janganlah mendebat orang-orang Yahudi dan
Nasrani yang berselisih pendapat denganmu kecuali dengan cara yang paling baik.
Kecuali dengan orang-orang yang melampaui batas dan katakan, “Kami percaya
dengan apa yang diturunkan Allah kepada kami, (Al-Qur’ân), juga dengan apa yang
diturunkan kepada kalian (Tawrât dan Injîl). Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah
satu. Dan kami hanya tunduk kepada-Nya semata.” (Q.S. al-‘Ankabut 46).
Mereka hendaknya diberi
perlindungan berdasar kasih sayang dan dicegah segala yang buruk yang dapat
menimpa mereka kapan dan dimanapun.
Demikian janji Rasulullah
Muhammmad saw. (diriwayatkan antara antara lain oleh Abu Daud, dan dikutip
dengan berbagai riwayat oleh Abi Yusuf dalam bukunya Al-Kharaj, Ibnu Al-Qayyim dalam Zad al-Ma’ad dan lain-lain ).
Sumber: quraishshihab.com,