Sarjana UMY Ini Tak malu Menjual Gorengan Saat Wisuda, Ternyata Kisahnya Begitu Inspiratif
Radarislam.com ~ Prosesi wisuda Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang begitu hikmat mendadak menjadi buah bibir karena wisudawan bernama Asnawi (11/2/2017). Pasalnya pria yang akrab disapa Awi ini membawa dagangannya yakni gorengan sambil mengenakan toga.
Mahasiswa asal Bangka ini berhasil meraih gelar Sarjana Ekonomi dengan IPK 3,39. Tapi dia harus menempuh perjuangan panjang lantaran kuliah sambil berjualan gorengan di Sportorium UMY
“Dulu saya bernazar, kalau lulus saya akan pakai toga dengan membawa dagangan,” katanya dikutip Radarislam.com dari Okezone.
Pada aksinya ini, Awi ingin menunjukkan kepada dunia bahwa berjualan gorengan bukanlah usaha rendahan. Sebab dari usaha ini bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup, termasuk untuk membayar kuliah. Bahkan kuliahnya sama sekali tidak terganggu dengan aktivitasnya berjualan gorengan.
Awi sempat tak bisa mengenyam pendidikan ke jenjang SMA. Sebab, dia diminta membantu orangtuanya berjualan gorengan sejak 2006,
“Empat tahun jualan gorengan, berpindah-pindah dari satu kampung ke kampung lain. Saya tahan keinginan untuk melanjutkan sekolah SMA,” katanya.
Lalu Awi pun bisa melanjutkan sekolah ke SMA, walau umurnya jauh lebih tua dari teman-teman seangkatannya tahun 2009. Saat naik kelas XI pada 2010, dia lolos program pertukaran pelajar ke SMKN 7 Yogyakarta.
“Saat mengikuti program pertukaran pelajar itu saya punya keinginan untuk kuliah di Yogyakarta,” sebutnya.
Awi adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kedua saudara perempuannya juga berwirausaha dengan dan berjualan baju. Awi sendiri masih berkutat dengan usaha yang diturunkan orang tuanya dengan menjual gorengan.
Awi memiliki prinsip hidup agar tak cepat menyerah. Ia bahkan tak mau disebut miskin, walaupun profesinya berjualan gorengan karena sudah bisa mencukupi kebutuhan hidup. Bahkan keuntungannya menjual gorengan cukup besar yakni sekitar Rp 300 ribu dalam sehari. Dengan penghasilan tersebut Awi sudah bisa mencukupi kebutuhan hidupnya selama menempuh studi di Yogyakarta.
Beberapa teman-temannya memang menyarankan Awi mengikuti program beasiswa dengan keterangan tidak mampu. Namun, Awi selalu menolak dengan cara halus berdalih mampu membayar kuliah.
“Saya merasa masih mampu membiayai hidup, jadi lebih baik beasiswa tidak mampu itu diserahkan pada yang lebih tidak beruntung dari saya, ada yang lebih berhak mendapatkan,” tuturnya.
Awi membagi waktu dengan sangat baik. Ia bangun sekitar pukul 04.00 WIB, setelah menunaikan shalat Shubuh dia berbelanja ke pasar dan mempersiapkan dagangannya.
Rutinitas tersebut selesai pada pukul 07.00 sebelum berangkat kuliah. Pukul 12.30, dia membuat adonan dan menjajakan dagangannya berkeliling dari kampung ke kampung lain. Awi menghabiskan waktu jualan di sekitar kampusnya sekira pukul 18.00. Dia juga melanjutkan aktivitasnya dengan mengikuti kuliah malam. Jika tidak ada kuliah malam, dia gunakan untuk belajar atau mengerjakan tugas.
Sebelum tidur, Awi sudah terbiasa menyempatkan diri untuk mengecek peralatan dagangannya. Ia melakoni aktivitas rutin ini setiap hari. Namun ia memanfaatkan hari libur untuk beristirahat. Awi sudah membuktikan kerja kerasnya membuahkan hasil dengan meraih gelar sarjana. Kini Awi berencana meneruskan S-2 ke luar negeri dengan mendapatkan beasiswa ke luar negeri.
Baca Juga:
“Saat ini ingin pulang kampung sambil mencari pekerjaan di samping berjualan gorengan lagi dengan orangtua. Saya juga ingin mengejar beasiswa S-2 ke luar negeri,” tandasnya. [Radar Islam/ OZ]
Mahasiswa asal Bangka ini berhasil meraih gelar Sarjana Ekonomi dengan IPK 3,39. Tapi dia harus menempuh perjuangan panjang lantaran kuliah sambil berjualan gorengan di Sportorium UMY
“Dulu saya bernazar, kalau lulus saya akan pakai toga dengan membawa dagangan,” katanya dikutip Radarislam.com dari Okezone.
Pada aksinya ini, Awi ingin menunjukkan kepada dunia bahwa berjualan gorengan bukanlah usaha rendahan. Sebab dari usaha ini bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup, termasuk untuk membayar kuliah. Bahkan kuliahnya sama sekali tidak terganggu dengan aktivitasnya berjualan gorengan.
Awi sempat tak bisa mengenyam pendidikan ke jenjang SMA. Sebab, dia diminta membantu orangtuanya berjualan gorengan sejak 2006,
“Empat tahun jualan gorengan, berpindah-pindah dari satu kampung ke kampung lain. Saya tahan keinginan untuk melanjutkan sekolah SMA,” katanya.
Lalu Awi pun bisa melanjutkan sekolah ke SMA, walau umurnya jauh lebih tua dari teman-teman seangkatannya tahun 2009. Saat naik kelas XI pada 2010, dia lolos program pertukaran pelajar ke SMKN 7 Yogyakarta.
“Saat mengikuti program pertukaran pelajar itu saya punya keinginan untuk kuliah di Yogyakarta,” sebutnya.
Awi adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kedua saudara perempuannya juga berwirausaha dengan dan berjualan baju. Awi sendiri masih berkutat dengan usaha yang diturunkan orang tuanya dengan menjual gorengan.
Awi memiliki prinsip hidup agar tak cepat menyerah. Ia bahkan tak mau disebut miskin, walaupun profesinya berjualan gorengan karena sudah bisa mencukupi kebutuhan hidup. Bahkan keuntungannya menjual gorengan cukup besar yakni sekitar Rp 300 ribu dalam sehari. Dengan penghasilan tersebut Awi sudah bisa mencukupi kebutuhan hidupnya selama menempuh studi di Yogyakarta.
Beberapa teman-temannya memang menyarankan Awi mengikuti program beasiswa dengan keterangan tidak mampu. Namun, Awi selalu menolak dengan cara halus berdalih mampu membayar kuliah.
“Saya merasa masih mampu membiayai hidup, jadi lebih baik beasiswa tidak mampu itu diserahkan pada yang lebih tidak beruntung dari saya, ada yang lebih berhak mendapatkan,” tuturnya.
Awi membagi waktu dengan sangat baik. Ia bangun sekitar pukul 04.00 WIB, setelah menunaikan shalat Shubuh dia berbelanja ke pasar dan mempersiapkan dagangannya.
Rutinitas tersebut selesai pada pukul 07.00 sebelum berangkat kuliah. Pukul 12.30, dia membuat adonan dan menjajakan dagangannya berkeliling dari kampung ke kampung lain. Awi menghabiskan waktu jualan di sekitar kampusnya sekira pukul 18.00. Dia juga melanjutkan aktivitasnya dengan mengikuti kuliah malam. Jika tidak ada kuliah malam, dia gunakan untuk belajar atau mengerjakan tugas.
Sebelum tidur, Awi sudah terbiasa menyempatkan diri untuk mengecek peralatan dagangannya. Ia melakoni aktivitas rutin ini setiap hari. Namun ia memanfaatkan hari libur untuk beristirahat. Awi sudah membuktikan kerja kerasnya membuahkan hasil dengan meraih gelar sarjana. Kini Awi berencana meneruskan S-2 ke luar negeri dengan mendapatkan beasiswa ke luar negeri.
Baca Juga:
- Tim Berbaju KPK Evakuasi Kucing dari Ibu Pengemis Ini, Selanjutnya Bikin Netizen Menangis
- Ingat Martunis Anak Angkat Ronaldo? Begini Suara Merdunya Saat Lantunkan Ayat-ayat Al-Qur'an
- Malaikat Pencabut Nyawa Izrail Mendatangi Istana Nabi Sulaiman AS, Tapi Jutru ini Yang Terjadi
“Saat ini ingin pulang kampung sambil mencari pekerjaan di samping berjualan gorengan lagi dengan orangtua. Saya juga ingin mengejar beasiswa S-2 ke luar negeri,” tandasnya. [Radar Islam/ OZ]