Mbah Sulami Doakan Anaknya Mati Duluan, Yang Terjadi Bikin Nangis Netizen - RadarIslam.com

Mbah Sulami Doakan Anaknya Mati Duluan, Yang Terjadi Bikin Nangis Netizen

Radarislam.com ~ Seorang ibu pasti akan mendoakan anaknya panjang umur. Tetapintifak bagi Mbah Satuni, janda renta berusia 79 tahun ini mendoakan sebaliknya. Setiap saat, mulutnya menggumamkan sebuah doa yang ingin anaknya cepat mati duluan.

Tetapi bukan karena anaknya durhaka tetapi karena Mbah Satuni tak sanggup mengurus kedua anaknya yang lumpuh dan menderita gangguan jiwa.

"Muga-muga anakku sing mati dhisik, nek aku ndisiki sing arep ngopeni anakku sing gendheng lan lumpuh njur sapa?" (Mudah-mudahan anakku meninggal lebih dulu. Kalau aku duluan, siapa yang akan merawat anakku yang sakit jiwa dan lumpuh)," doanya.

Lantunan doa atau tepatnya gumaman yang berupa keluhan dan ketakutan akan masa depan anaknya itu nyaris setiap malam diulanginya. Mengapa Mbah Satuni demikian tega mendoakan agar anak-anaknya meninggal terlebih dulu?

Janda tua miskin itu sehari-hari tinggal di sebuah bilik berlantai tanah dengan dinding kayu dan bambu yang telah lapuk dimakan rayap. Jika hujan turun, Mbah Satuni merapatkan tubuhnya, berdesakan dengan Sunardi dan Kasbun. Dua pria dewasa berkebutuhan khusus yang ditinggalkan almarhum suaminya saat masih anak-anak.

Puluhan tahun Mbah Satuni merawat, mendidik dan membesarkan dua putranya yang berkekurangan.

"Kulo supe,  tinggale pun ndangu. Riyin nopo nopo nggih wong kaleh.  (Saya lupa, meninggalnya, sudah lama.  Dulu ada apa apa dilakukan berdua)," kata Mbah Satuni ketika menceritakan trik merawat dua anaknya itu, seperti dikutip Misterikisah.com dari laman Liputan6.com (16/3/2017).

Sunardi adalah anak sulung mbah Satuni. Saat ini, usianya sudah 55 tahun. Ia tinggal bersama Mbah Satuni bersama adiknya Kasbun (37) di Desa Mlekang RT 06 RW 01 Kecamatan,Gajah, Kabupaten Demak, Jateng. Sunardi mengidap gangguan jiwa sehingga tidak bisa hidup mandiri, meski usianya sudah layak menimang cucu.

Sementara, Kasbun si bungsu meski tak mengalami gangguan kejiwaan.Ia lumpuh dan buta sehingga tak bisa aktivitas apapun. Di usianya yang sudah 37 tahun, Kasbun belum pernah sekalipun mencoba mandiri, karena Mbah Satuni tidak tega melepasnya.

"Sunardi niku bocahe pun mboten nggenah, edan. Nate kesah 15 dinten tapi ketemu malih. Amargo kenthir, terus pisahan kalih bojone.  Pun 20 tahun ditilar bojone. Nggih pun gadah lare. ( Anak saya Sunardi umurnya 55 tahun. Anaknya sudah gila. Karena gila,  berpisah dengan istrinya. Sudah 20 tahun,  ditinggalkan istrinya. Ya sudah punya anak )," kata Mbah Satuni menceritakan anak sulungnya.

Dengan kondisi demikian memprihatinkan, Mbah Satuni pantang menyerah. Apapun ia lakukan untuk bertahan hidup. Menjadi buruh, atau apapun ia lakoni dengan sepenuh hati agar kedua anaknya bisa makan  Terlebih ketika suaminya meninggal dunia, ia seperti tak menginjak bumi. Penderitaannya tak ia tunjukkan kepada siapapun. Maju terus pantang mundur.
Mbah Sulami dengan kedua putranya yang masing-masing mengalami lumpuh dan mengalami gangguan kejiwaan
Mengapa ia lalu seperti menyerah dan mengucap doa yang tak lazim? Seakan perjuangannya untuk bertahan hidup menjadi sia-sia, justru di saat-saat akhir. Menurut dia, semua dilakukannya karena rasa sayang kepada anak-anaknya. Nuraninya tidak tega jika harus melepas kedua anaknya yang berkebutuhan khusus itu. Menurut dia, lebih baik anaknya yang gila dan lumpuh mati lebih dulu daripada dirinya.

"Mati lah seng penting kulo reti.  Lha nek mati di sini gak popo, asal ojo neng dalan. Menawi kula riyin sing mati, sing badhe ngopeni sinten? (Biarlah meninggal saja, asal saya tahu.  Kalau meninggal disini gak apa - apa, asal jangan di jalan. Jika saya dulu yang mati, siapa yang akan merawat mereka?)," katanya dengan sedih.

Ketika masih kuat, Mbah Satuni mencari nafkah dengan menjadi tukang pijat. Usia yang menggerogoti Mbah Satuni ternyata melemahkan kemampuan fisiknya. Bisa jadi semangatnya tetap berkobar, namun tak didukung fisik yang mumpuni.

"Sakniki pun boten kuat tenagane. (Sekarang tenaganya sudah tidak kuat)," kata Mbah Satuni.
Praktis ia kini mengandalkan kebaikan hati para tetangga. Kondisi keluarga Mbah Satuni,  menurut Ali Rahmadi, Tenaga Kesehahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Gajah, Demak, kondisinya memang  memprihatinkan. 

Dia bersama teman-teman dari PKH (Program Keluarga Harapan), mendapati kondisi Mbah Satuni demikian mengenaskan, setelah menyisir untuk melihat kondisi di lapangan terkait permasalahan sosial.  Untuk membantu kehidupan ekonominya,  Mbah Satuni telah diusulkan untuk mendapatkan PKH lansia.

"Alhamdulillah, pada tahun 2017 ini Mbah Satuni telah masuk PKH, dananya juga sudah diterimanya," kata Ali. 

Baca Juga:

Sedangkan untuk bedah rumah Mbah Satuni, telah diusulkan ke Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang yang sedang menangani Program Desa Sejahtera Mandiri (DSM) yang digagas oleh Kemensos. [Radarislam/ L6]

Share This !