Inilah Penyebab Nabi Nuh Gagal Mendidik Putranya Yang Bernama Kan’an - RadarIslam.com

Inilah Penyebab Nabi Nuh Gagal Mendidik Putranya Yang Bernama Kan’an

Radarislam.com ~ Kisah Nabi Nuh AS dikenal dengan bahtera raksasanya untuk menyelamatkan umatnya dari azab Allah. Namanya disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 50 kali karena perjuangannya yang sangat luar biasa, bahkan Nabi Nuh masuk dalam salah satu nabi Allah yang bergelar Ulul Azmi.

Ulul Azmi (bahasa Arab: أولوالعزم Ulu al-Azmi) adalah sebuah gelar khusus bagi golongan nabi pilihan yang mempunyai ketabahan luar biasa dalam menyebarkan ajaran Rahmatan Lil Alamin

Nabi Nuh meenjadi salah satu dari lima nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi, yakni Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad. Gelar Ulul Azmi dijelaskan dalam Surah Al-Ahqaf ayat ke-35 dan Asy-Syura ayat ke-13.

Nabi Nuh memiliki keteguhan luar biasa selama menyebarkan berbagai ajaran tauhid dari Allah SWT. Seperti para nabi lainnya, ia harus menghadapi berbagai penentangan dari kaum-kaum yang menolak dakwah-dakwahnya. Namun para Nabi selalu berdoa dan menyerahkan semuanya pada Allah agar memberi hidayah untuk kaum-kaum tersebut.

Seringkali ajaran yang disebarkan para Nabi malah diingkari oleh kaum-kaum tersebut. Maka Allah pun menimpakan azab bagi kaum yang dzolim tersebut. Allah juga menyelamatkan para nabi ini beserta para pengikut mereka.

Begitu juga kegigihan Nabi Nuh sewaktu mendakwahkan berbagai risalah Allah, walaupun ia harus menghadapi berbagai penentangan dari kaumnya. Menjadikannya termasuk golongan nabi yang sangat tabah dalam tugas kenabiannya

Selama bertahun-tahun, Nabi Nuh menyebarkan dakwah kepada keluarga, kerabat hingga kaumnya yang merupakan sebagian besar umat manusia pada masa itu. Hal ini dilakukan agar mereka meninggalkan kemusyrikan juga agar mereka hanya menyembah Allah.

Walau demikian, seorang anak dan istri Nabi Nuh menentang dakwah sang nabi. Sementara kaum Nabi Nuh, yakni salah satu generasi manusia paling keji yang pernah hidup di muka bumi, menimbulkan sikap zalim terhadap sang nabi, bahkan kaum itu mewariskan tradisi keji secara turun-temurun.

Ketika mendapati dakwahnya telah mutlak diingkari. Nabi Nuh mengadu kepada Allah supaya seluruh kaum itu dihukum setimpal akibat kaum itu lebih menghendaki ajaran mereka sendiri dibanding risalah Allah.

Nabi Nuh memohonkan pengampunan kepada Allah untuk dirinya beserta orang tuanya maupun orang-orang yang beriman. Ia juga memohon agar tiada satu orang kafir pun yang diluputkan hidup di muka bumi. Kemudian Allah mengabulkan doa Nabi Nuh, saat Azab banjir bah melenyapkan segala makhluk di muka bumi, selain para penghuni bahtera Nuh.

Nabi Nuh selama kurang lebih 500 tahun berdakwah mengajak kaumnya untuk menyembah Allah. Tapi tenyata hanya sebagian saja yang mau mengikuti dakwahnya. Yang paling miris, anak Nabi Nuh sendiri yang bernama Kan’an pun menolak ajakan dakwah ayahandanya.

Yang akhirnya oleh Allah ditenggelamkan pada kejadian banjir bandang yang menimpa kaumnya yang durhaka. Kisah tentang kedurhakaan anaknya (Kan’an) tentunya tidak lagi diragukan kebenarannya sebab Allah SWT dalam Al-Quran secara jelas menceritakan peristiwa tersebut dalam surah Hud ayat 42:

وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَىٰ نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ الْكَافِرِينَ

Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir”. (QS. Hud : 42)

Jika mengacu pada teori pendidikan, tentunya hal ini menimbulkan pertanyaan, yaitu apa kira-kira penyebab “kegagalan” atau lebih tepatnya kedurhakaan Kan’an?

Apakah memang ada kaitannya dengan pendidikan agama yang diberikan ayahnya padahal ayah Kan’an adalah seorang Nabi?

Bukan menjadi rahasia umum bahwa dalam teori pendidikan ditemukan sebuah rumusan bahwa kesalehan anak tergantung dari pendidikan yang diberikan orang tuanya. Begitu pula sebaliknya kegagalan anak bisa jadi disebabkan kegagalan pendidikan dari orang tuanya.

Maka dari itu tentunya ada rahasia besar dibalik kegagalan tersebut, maka jika kita mau menyadari, pasti akan menemukan rahasia tersebut yakni antara lain adalah Allah hendak memberikan pelajaran kepada seluruh manusia bahwa hidayah adalah hak mutlak milik Allah, manusia hanya mampu berusaha.

Bahkan sebenarnya bukan hanya Nabi Nuh saja, melainkan nabi-nabi yang lain. Hal yang serupa pun pernah menimpa Nabi Muhammad yang ditakdirkan gagal untuk mengajak pamannya memeluk agama Islam dan Allah secara tegas menyatakan:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. [QS. Al-Qashash : 56]

Hanya saja, bukan hanya kegagalan yang dikisahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an melainkan kesuksesan dari orang tua dalam mendidik pun banyak diceritakan.

Seperti kisah Lukman Al-Hakim, Nabi Ibrahim, Nabi Ya’kub dan lainnya. Itu menandakan bahwa orang tua memang mempunyai peranan penting dalam kesuksesan anak-anaknya.  Hanya saja hasil finalnya adalah takdir Allah SWT. Jadi benarlah apa yang dikatakan seorang bijak yang pernah mengatakan:

“Jika para pendahulunya adalah orang baik, maka keturunanya pun akan baik. Sungguh menakjubkan jika sekuntum mawar tumbuh di tengah pohon-pohon yang berduri".

Namun terkadang juga ditemukan keturunan yang buruk berasal dari para orang-orang tua yang baik, sebagai bukti bahwa Allah Maha Kuasa untuk membolak balikkan hati dan keadaan.

Wallahu A’lam. [Radarislam/ Km]

Share This !