6 Fakta Guru Pesantren yang Hamili 12 Santri di Bandung, Beraksi sejak 2016 - RadarIslam.com

6 Fakta Guru Pesantren yang Hamili 12 Santri di Bandung, Beraksi sejak 2016


RadarIslam.com ~ Aksi Herry Wirawan (36) sungguh biadab. Bagaimana tidak, guru di salah satu pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat ini tega menodai 12 santriwati, sampai 10 korban hamil dan 9 orang bayi kini sudah dilahirkan.

Guru yang seharusnya menjadi panutan dan tauladan bagi para siswanya, malah tega berbuat hal yang tidak senonoh di kalangan pesantren tersebut.

Bagaimanakah cerita awal kasus ini terungkap?

Berikut fakta kasus guru hamili belasan santriwati di Bandung, berdasarkan pengakuan korban dan kesaksian warga.

1. Pengakuan Korban

Fakta guru yang tega berbuat asusila terhadap belasan santriwati di Bandung ini terungkap pengakuan salah satu korban kepada keluarganya.

Ketika pulang lebaran, korban yang tak tahan dengan perlakuan bejat sang guru menceritakan pengalaman pilunya kepada keluarganya.

Korban mengalami trauma yang mendalam, karena perbuatan pelaku.

Bahkan korban memang sempat dibujuk oleh keluarganya untuk menceritakan peristiwa yang sebenarnya.

Hal ini juga dirasakan bersama belasan santriwati lainnya yang menimba ilmu di pesantren tersebut.

2. Aksi yang Berlangsung Lama

Plt Aspidum Kejati Jabar, Riyono memgungkapkan perbuatan tak senonoh tersebut sudah dilakukan guru pesantren sejak 2016 hingga 2021.

Kasus ini semakin tertutup rapat, sebab pelaku selalu mengancam  para korbannya supaya tidak menceritakan kejadian memilukan tersebut.

Sampai pada akhirnya orang tua salah satu korban melapor kepada polisi dan Herry ditangkap pada 18 Mei 2021.

3. Kesaksian Warga

Kejanggalan juga banyak diungkapkan oleh warga yang bertempat tingal di depan pondok pesantren tersebut.

Salah satunya adalah pengakuan seorang anak yang berasal  dari Papua menangis karena sering kali kena marah dan diperlakukan kasar oleh Herry.

Bahkan terdapat banyak balita di pondok pesantren yang wajahnya mirip dengan Herry Wirawan.

Jika melhat kedatangan Herry Wirawan, para murid pesantren akan terlihat lari buru-buru masuk pondok.

"Hal lainnya, yang mengundang tanya adalah, kebiasaan para santriwati bekerja sehari-hari. Mereka tampak lebih sering bekerja daripada belajar," kata Komite Solidaritas Pelindung Perempuan dan Anak Partai Solidaritas Indonesia (KSPPA PSI), Mary Silvita berdasarkan hasil investigasi.

“Mulai dari mencuci, menjemur pakaian, bersih-bersih, sampai mengaduk semen untuk membangun pagar,” imbuhnya.

Menurut Mary Silvita kasus tersebut sempat lambat usai pelaku ditangkap polisi.

Akhirnya timnya mencari keterangan dari korban saksi di lapangan.

4. Sembilan Bayi Lahir

Anak yang lahir dari hasil aksi bejat Herry Wirawan kini menjadi sembilan bayi.

Sedangkan dua calon bayi, masih dalam kandungan para korban yang dihamili oleh pelaku.

“Waktu pra penuntutan itu masih delapan. Ketika persidangan ini digelar ada sembilan,” ucap Plt Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.

 “Kemudian ada juga yang masih hamil,” kata Riyono.

Riyono mengungkapkan berdasarkan fakta persidangan, terdapat empat orang korban yang tengah hamil dari perbuatan bejat  pelaku.

“Namun, kemungkinan besar korban yang hamil lebih dari empat,” katanya.

“Beberapa korban juga ada yang melahirkan lebih dari satu kali,” lanjut dia.

5. Hadirkan 21 Saksi

Peristiwa ini menggegerkan publik setelah kasus ini sampai di meja persidangan Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus.

Setidaknya ada 21 saksi yang siap menceritakan aksi tak terpuji Herry Wirawan kepada para santrinya.

Dalam kasus ini, Herry Wirawan sudah berstatus terdakwa.

 Diduga pelaku didakwa melanggar Pasal 81 ayat (1), ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

6. Reaksi Wakil Gubernur Jawa Barat

Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum mengaku berang saat mendengar  7 santri melahirkan 9 bayi dari perilaku bejat pelaku.

Uu mengatakan informasi sosok pelaku didapat sari sejumlah jaringan pesantren di Jawa Barat.

 “Ternyata memang saya bertanya kepada orang- orang yang kenal dia (Herry),” ungkapnya.

“Dia memang pernah pesantren tapi ga benar terus dia berperilakunya tidak sama dengan komunitas pesantren yang lainnya," jelas Uu.

“Kamu harap masyarakat luas tidak menyamaratakan semua guru agama punya perilaku serupa,” kata dia.

Uu mengimbau para orangtua tak perlu takut menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren.

Uu mengatakan, pengawasan terhadap anak yang sedang mondokmenimba ilmu di pesantren perlu dilakukan orang tua.

Dengan demikian, orang tua dapat memantau perkembangan anak mulai dari cek kesehatan fisik, mental, dan hal sebagainya.

"Pesantren saya ada libur setahun dua kali. Orangtua boleh menengok perkembangan anak di pesantren. Sehingga terpantau pendidikan, kesehatan, dan lainnya tidak cukup dengan telepon,"jelas Uu.

Uu menuturkan, orang tua memang perlu ekstra hati-hati sebelum anak mereka dititipkan di pesantren.

“Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan mulai dari fasilitas, biaya, metode belajar, asal usul pendidikan guru, pendiri, yayasan, hingga legalitas lembaga yang berdiri,” paparnya,

Uu mengatakan orang tua dapat memilih sekolah yang sudah terbukti menghasilkan lulusan berkualitas.

“Bisa saja dengan mendengar testimoni tetangga, kerabat, atau lulusan yang sudah pernah menempuh pendidikan di suatu lembaga itu,” katanya.

Uu juga mengimbau yayasan pesantren rutin untuk memonitor setiap kegiatan di sarana pendidikannya dan lebih selektif memilih tenaga pengajar.

"Saya juga minta kepada pimpinan pesantren harus ada pemantauan ketat terhadap para pengajar ustaz/ustazah, asatid/asatidah termasuk pengurusan yang lain," jelas Uu.

Uu menyebut, sudah ada Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren.

Baca Juga:

“Perda ini mengatur dari pemberdayaan, pembinaan, serta pembiayaan di lingkungan pesantren, untuk menjadi payung hukum tersendiri agar pengawasan lebih ketat,” ujarnya.

Uu menambahkan untuk para aparat setempat di level desa atau kelurahan agar selalu memonitor setiap kegiatan publik, termasuk kegiatan pendidikan. (*)

Share This !