Minta Hapus 300 Ayat Alqur'an, Saifuddin Ibrahim ditetapkan Tersangka Penistaan Agama
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah resmi menetapkan Saifuddin Ibrahim sebagai tersangka kasus dugaan ujaran kebencian bermuatan SARA hingga penistaan agama terkait permintaan dihapuskannya 300 ayat di Al-Quran.
Saifuddin Ibrahim adalah seorang murtadin alias seseorang yang keluar dari Islam.
Sebelum murtad dan menjadi pendeta, dia pernah menjadi seorang ustadz.
Dahulu dia merupakan alumni Universitas Muhammadiyah Surakarta, lalu menjadi pengurus Pondok Pesantren Al-Zaytun di Indramayu.
Saifuddin Ibrahim ditetapkan Tersangka setelah Polisi periksa 14 Saksi
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengungkapkan dalam proses penyidikan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap 14 orang saksi dan ahli.
"Sembilan saksi dan empat saksi ahli. Terdiri dari ahli bahasa, ahli agama islam, ahli ITE dan ahli pidana," ujar Ramadhan dalam jumpa pers di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Rabu (30/3/2022).
Menurut Ramadhan, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim telah meningkatkan status penyidikan perkara tersebut pada tanggal 22 Maret 2022.
"Dan telah menetapkan Saifuddin Ibrahim sebagai tersangka pada tanggal 28 Maret 2022," kata Ramadhan.
Atas perbuatannya, Saifuddin Ibrahim disangka melanggar Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE dan/atau Pasal 156 KUHP dan/atau Pasal 156a KUHP dan/atau Pasal 14 ayat (1), ayat (2) dan/ atau Pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan hukum Pidana.
Saifuddin Ibrahim masih di Luar Negeri
Seperti diberitakan sebelumnya, penyidik Bareskrim Polri melakukan penyelidikan terkait dugaan penistaan agama yang dilakukan Saifuddin.
Dedi menuturkan penyelidikan dilakukan setelah pihaknya menerima laporan polisi Nomor LP/B/0133/III/2022/SPKT Bareskrim Polri tertanggal 18 Maret 2022 atas nama pelapor Rieke Vera Routinsulu.
"Dari hasil penyelidikan diperoleh informasi bahwa saudara Saifuddin Ibrahim saat ini berada di luar negeri (Amerika Serikat)," kata Dedi Prasetyo kepada wartawan pada 18 Marat 2022.
Polisi juga akan melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen Imigrasi Kemenkumham) terkait dugaan keberadaan SI di Amerika Serikat.
Selain itu, Bareskrim juga akan melakukan koordinasi dengan Federal Bureau of Investigation (FBI).
"Melakukan koordinasi dengan Kemenlu terkait dugaan keberadaan saudara SI di Amerika Serikat. Melakukan koordinasi dengan Legal Attache FBI," ungkapnya.
Awal Mula Kasus
Awal mula kasus terjadi saat Pendeta Saifuddin Ibrahim membuat kegaduhan dengan video yang meminta 300 ayat Al-Qur'an dihapus dan direvisi. Menurut Saifuddin, ayat-ayat tersebut mengajarkan kekerasan dan terorisme. Ia juga menyebut pesantren adalah sumber terorisme.
Permintaan itu beredar lewat video viral. Terlihat seorang pria mengenakan kaus hitam berbicara soal terorisme dan radikalisme, serta meminta Menteri Agama mengatur kembali kurikulum di pondok pesantren (ponpes).
"Karena sumber kekacauan itu adalah dari kurikulum yang tidak benar bahkan kurikulum-kurikulum di pesantren, Pak, jangan takut untuk dirombak. Bapak periksa, ganti guru-gurunya, yang karena pesantren itu melahirkan kaum radikal semua," kata dia dalam video viral itu.
"Bahkan kalau perlu, Pak, 300 ayat yang menjadi pemicu hidup intoleran, pemicu hidup radikal dan membenci orang lain karena beda agama itu di-skip atau direvisi atau dihapuskan dari Al-Qur'an Indonesia. Ini sangat berbahaya sekali," kata dia.
Pernyataan Saifuddin tersebut menimbulkan banyak kecaman, salah satunya dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud Md. Mahfud meminta Polri menyelidiki dan menutup akun YouTube Saifuddin karena dinilai meresahkan dan memprovokasi antarumat beragama.
Baca Juga:
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyatakan pernyataan Saifuddin tidak ada kaitannya dengan PGI dan gereja-gereja. Pernyataan Saifuddin adalah pernyataan pribadinya.
"PGI berharap umat Islam tak terprovokasi oleh berita seperti itu. PGI juga berharap berita itu tidak digunakan oleh kelompok tertentu untuk membuat gaduh dan memperkeruh situasi kerukunan kita," kata Kepala Humas PGI, Jeirry Sumampow, kepada wartawan, Kamis (17/3). (bs)